Selasa, 22 November 2011

MAKNA KATA INSYA ALLAH dulu dan sekarang.

Kata Insya Allah dulu dan sekarang rupanya ada mengalami pergeseran makna. Walau sesungguhnya dan memang seharusnya maknanya tidak boleh berubah. Namun karena terjadi pergeseran budaya dan perilaku para pemakai kata 'Insya Allah' tersebut maka seolah-olah maknanya bergeser. Padahal tidaklah demikian, dan akan tetap sama maknanya dulu dan sekarang hingga kelak dunia ini berakhir.

Mengapa saya katakan ada pergeseran makna? nah ikuti ulasannya, dan coba...

Kalau dahulu dan lebih-lebih di zaman Rasulullah kemudian dilanjut dengan para sahabat, kerabat, para jumhur ulama masih memiliki pengaruh kuat dizaman itu, maka kata Insya Allah sesungguhnya nyaris bermakna atau berarti sebuah 'kepastian' kecuali Allah berkehendak lain. Artinya bahwa begitu beliau-beliau mengucapkan kata 'Insya Allah' dalam sebuah janji, atau disaat beliau-beliau diminta untuk hadir pada suatu acara tertentu, maka itu adalah suatu jaminan akan sebuah kepastian bahwa mereka akan datang, mereka akan menghadiri, mereka akan menepati janji apabila di tinjau dari sisi kapasitas mereka selaku 'manusia', terkecuali Allah berkehendak lain barulah hal itu tidak bisa terealisasi.

Namun dimasa sekarang, orang begitu gampang mengucapkan kata 'Insya Allah' sekalipun untuk sesuatu yang sebenarnya sulit untuk ia lakukan baik dipandang secara teknis, waktu, tempat, dan lainnya. Artinya sangat kecil kemungkinannya dapat ia penuhi. Bahkan tidak sedikit pula orang yang mengucapkan kata itu sesungguhnya sudah terbesit di dalam hatinya untuk tidak merealisasikan ucapannya itu. Ucapan itu sengaja disampaikan hanya dimaksudkan sekedar untuk pemanis.

Hanya saja, pemanis atau tidak pemanis, dengan ucapan itu tentu orang akan berharap kehadirannya, kedatangannya, ketepatan janjinya, dan lain-lain.

Semestinya agar tidak memberi harapan alangkah baiknya nyatakan saja dengan sejujurnya misalkan: Mohon maaf, saya tidak bisa memenuhi janji karena bla...bla...., sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya. dst. dst.

Namun nyatanya orang tetap mengatakan 'Insya Allah', sekali lagi..., walau untuk sesuatu yang tidak mungkin dapat ia lakukan. Karena dianggapnya bahwa pengertian atau makna kata 'Insya Allah' adalah hanya tergantung sikon dan tergantung perasaan hati belaka, bukan tergantung pada ketentuan Allah.

Inilah yang saya maksud pergeseran makna tadi.

Mohon maaf kalau aspek pandang saya berbeda dengan kawan-kawan. Tapi percaya saja, bahwa perbedaan itu rahmat bukan???
Sumber : http://bamaraon.blogspot.com/2009/03/makna-kata-insya-allah-dulu-dan.html

Selasa, 01 November 2011

QURBAN, syarat, hukum dan sahnya ...

Ibadah Qurban
Berqurban di hari Idul Adha merupakan ibadah sunnah muakkadah, termasuk perbuatan yang paling dicintai Allah Ta’ala. Sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, Maksud Hadits: “Tidak ada perbuatan manusia yang paling dicintai Allah Ta’ala pada hari qurban kecuali mengucurkan darah (hewan qurban) karena sesungguhnya hewan tersebut akan datang pada hari kiamat dengan bentuk seutuhnya (tanduknya, kukunya dan kulitnya) dan sesungguhnya darahnya akan sampai disisi Allah sebelum sampai ke bumi”.

Binatang qurban itu hendaklah binatang ternakan (An‘am) seperti:

1.Unta

2.Lembu/ sapi

3.kambing/ biri-biri kibasy/ domba.


Maksud Firman Allah Ta’ala: “Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syari‘atkan ibadat menyembelih qurban supaya mereka menyebut nama Allah sebagai bersyukur akan pengurniaanNya kepada mereka daripada binatang-binatang ternak yang disembelih itu” (Al-Hajj : 34).

Didalam Firman Allah yang lain merupakan anjuran berqurban seperti yang dijelaskan dalam surat Al-kaustar, Maksud Ayat:

1.Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2.Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu, dan berkorbanlah.
3.Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.

(yang dimaksud “berkorbanlah” di dalam ayat tersebut ialah menyembelih hewan qurban di hari Idul Adha dan mensyukuri nikmat Allah).

Hukum-hukum berqurban
Seekor unta, lembu/ sapi itu diniatkan (kongsi) untuk tujuh jiwa dan masing-masing yang ikut andil dalam pembelian harus berniat satu tujuan, yaitu niat berqurban. Adapun Seekor kambing hanya untuk seorang saja tidak boleh diniatkan untuk dua jiwa. Bila diniatkan untuk dua jiwa/ orang, Udhiyanya (qurban) tidak sah, tapi tetap saja mendapat pahala sedekah bagi dirinya.

Paling utama/ Afdhal binatang yang dibuat qurban adalah yang berwarna putih, kemudian yang berwarna kekuning-kuningan, kemudian yang putih tetapi tidak sempurna putihnya, kemudian yang sebagian besar badannya berwarna putih, kemudian yang sebagian besar berwarna hitam, kemudian berwarna hitam semuanya, kemudian yang berwarna kemerah-merahan semuanya/ coklat condong pada warna merah.

Binatang itu hendaklah cukup umur
Untuk unta berumur lima tahun dan masuk tahun keenam serta sudah kupak (terlepas gigi depannya). Adapun sapi/ lembu atau kambing (selain kambing kibasy/ biri-biri/ domba) berumur dua tahun dan masuk tahun yang ketiga . Boleh juga kambing yang belum genap berumur dua tahun, dengan syarat sudah kupak (terlepas gigi depannya) dengan sendirinya dan berumur lebih dari satu tahun.

Kambing kibasy/ biri-biri/ domba.
Bagi yang berqurban kambing jenis kibasy/ biri-biri/ domba, maka cukup yang berumur satu tahun atau belum mencapai umur satu tahun dengan syarat sudah kupak (terlepas gigi depannya) dan sudah lebih enam bulan dari umurnya.

Urutan keutamaan binatang untuk dijadikan qurban.

1.Unta 2.Lembu/ sapi 3.Kambing kibasy/ biri-biri/ domba 4.Kambing biasa pada umumnya.

Satu ekor Unta atau lembu/ sapi diniatkan (kongsi) untuk tujuh jiwa. Namun, tujuh ekor kambing untuk masing-masing orang, maka hal tersebut lebih afdhal/ utama. Lebih jelasnya, berqurban tujuh ekor kambing lebih afdhal dari pada satu ekor unta, disebabkan daging akan menjadi lebih banyak.

Binatang Qurban Hendaklah Sehat & Bebas dari Cacat.

Binatang yang tidak sah dijadikan qurban itu ialah:

  • 1.Binatang yang buta atau rusak matanya atau yang tidak dapat melihat sekalipun biji matanya masih ada. Jika matanya itu ada sedikit kecacatan seperti sedikit rabun tetapi masih bisa melihat, maka ia sah dibuat qurban.
  • 2.Binatang yang jelas pincang kakinya dengan perkiraan, bila ia berjalan bersama-sama sekumpulan kawan-kawan binatang yang lain untuk mencari makan, ia tidak dapat ikut berjalan bersama dengan binatang-binatang tersebut, bahkan ia tertinggal jauh dibelakang. bila pincangnya itu sedikit yaitu pincang yang tidak menghalangi mengikuti kawan-kawannya, maka ia sah dibuat qurban.
  • 3.Binatang yang nyata sakitnya sehingga berakibat binatang tersebut kurus dan kurang dagingnya. Tetapi jika sakitnya itu sedikit dan tidak mengurangi dagingnya maka ia sah dibuat qurban.
  • 4.Binatang yang kurus sekali akibat sakit, gila atau kurang makan dan sebagainya.
  • 5.Binatang yang telinganya terpotong walaupun sedikit atau yang tidak bertelinga sejak dilahirkan kerana telah hilang sebagian anggota yang bisa dimakan dan mengurangi dagingnya. Tetapi tidak mengapa jika telinganya koyak atau berlubang dengan syarat tidak ada yang berkurang dari dagingnya walaupun sedikit.
  • 6.Binatang yang terpotong ekornya walaupun sedikit atau terpotong sebagian lidahnya atau yang terpotong dari bagian pahanya. Adapun yang dilahirkan tanpa ekor sejak dilahirkannya, maka sah dibuat qurban.
  • 7.Binatang yang gugur semua giginya sehingga mengakibatkan tidak dapat makan rumput. Adapun yang ada sebagian giginya dan tidak menghalangi makan rumput dan tidak mengurangi dagingnya (tidak kurus) ia boleh dibuat qurban.
  • 8.Binatang yang berpenyakit gila atau yang kena penyakit kurap sekalipun sedikit.
  • 9.Binatang betina yang hamil. adapun binatang yang baru melahirkan boleh dibuat qurban berdasarkan pendapat Ibnu Hajar dalam kitabnya Tuhfah dan Arramli dalam kitabnya Nihayah.

Waktu Pelaksanaan Berqurban

Rasulullah SAW telah bersabdah, maksud Hadits: “Barang siapa yang menyembelih sebelum Sholat Ied sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya dan barang siapa yang menyembelih setelah sholat dan dua khutbahnya maka ia telah menyempurnakan ibadahnya dan ia telah melaksanakan sunnah orang orang beriman” (Bukhari & Muslim).

Lebih jelasnya, waktunya empat hari, yaitu diawali setelah Sholat Idul Adha dan dua khutbahnya (tanggal 10 dzul hijjah) sampai tenggelamnya matahari pada tanggal 13 Dzul Hijjah/ akhir hari tasyriq. Dan afdholnya, dilakukan di hari Idul Adha hingga matahari terbenam.

Catatan:
Seorang yang berqurban karena nazar tidak boleh memakan daging qurban tersebut, sedangkan yang berqurban dengan qurban sunnah diperbolehkan untuk memakan daging qurbannya, akan tetapi, afdholnya/ lebih utama ia sedekahkan semuanya kepada yang berhak.

Demikian penjelasan yang dapat al-faqir uraikan, semoga bermanfaat.

Wallohu A’lam Bi Showab.

(Sumber : Salim Syarief MD, KabarNet : 07/11/10